Henry Curhat Soal Rasisme di Liga Eropa

NEW YORK - Apa yang membuat Thierry Henry memilih menghabiskan kariernya di Amerika Serikat ketimbang bermain di sejumlah liga di Eropa yang tentunya lebih bergengsi.

Banyak yang menyebut Henry lebih memilih New York Red Bull karena tawaran uang yang lebih banyak dari pada jumlah yang ditawarkan klub di Eropa. Bisa jadi benar, tapi Henry ternyata punya pengakuan lain.

Mantan bintang Arsenal ini mengungkapkan perasaannya mengenai rasisme di liga Eropa dan membandingkannya dengan Amerika Serikat.

“Gilanya terjadi di Eropa. Ini refleksi dari masyarakat, jika Anda dari agama lain, atau negara lain atau warna berbeda, Anda akan mendengar hal-hal buruk. Saya tidak pernah mendengar rasisme terjadi di Amerika Serikat,” jelas Henry, saat diwawancarai dalam sebuah program talk show di televisi AS Fox NY.

Henry secara hati-hati menambahkan bahwa rasisme bukanlah alasan yang membuatnya pindah ke New York, tapi pernyataannya menunjukkan bahwa itu lah salah satu faktornya.

Sepakbola Eropa selama ini selalu menjadi kiblat dunia. Bukan hanya karena Spanyol yang keluar sebagai juara dunia 2010 menjadi bukti, namun para pemain top dari segala penjuru dunia berbondong-bondong merintis karier di Eropa. Tapi apakah kesuksesan sepakbola Eropa dibayangi persoalan rasisme seperti yang diungkapkan Henry?

Setidaknya faktanya begitu. Di Serie A, Mario Balotelli kerap menjadi sasaran rasime, sementara di Spanyol Samuel Eto’o berulang kali mengalami penghinaan oleh fans seperti saat melawan Real Zaragoza yang hampir membuatnya meninggalkan lapangan.

Saat Inggris melakukan laga persahabatan di Madrid pada November 2004, Shaun Wright Phillips dan Ashley Cole juga menjadi subjek penghinaan fans.
Henry sendiri pun pernah mengalami hinaan yang berbau rasisme yang dilakukan pelatih Spanyol Luis Aragones, yang menyebutnya ‘black shit’.

Perbuatan Aragones yang tertangkap kamera televisi ini ramai diberitakan media Inggris. Henry dan Nike pun kemudian melancarkan gelombang kampanye anti rasisme.